Pages

..........................................................................

الـَهـِىْ عـَبْـدُكَ الـْعـَاصـِىْ اتـَاك * مُـقـِرًابِالْـدُنـُوبِ وَقـَدْ دَعـَاكَ

فـَإِنْ تـَـغـْفـِرْفـَأنـْتَ لِـذَاكَ أهْلُ * وَإنْ تَطْرُدْفَمَنْ يَرْحَمْ سِوَاكَا

.............................. DUNIA ..................................

يا جاطب الدنيـا الدنيئة انها ﴿﴾ شرك الردى وفرارة الأكدر

دارمتى أضحكت في يومها﴿﴾ ابكت غدا بعدا لها من دار

Wahai pelamar dunia, ..........................

Sungguh dunia adalah jerat kerusakan dan tempat yang kotor

Dunia adalah rumah, ............................

Ketika hari ini membuat bahagia, esok kan buatmu sengsara

Maka janganlah menganggapnya sebagai rumah.

لا يغــرنــك ثــياب نقــيت ﴿﴾ فهي بالصا بون والمأء نظيفة

تشبه البيــضة لما أفسدت ﴿﴾ قشرهاابيض والباطن جيفـة

Janganlah terbujuk dengan keindahan pakaian,

Karena ia bisa bersih dengan sabun dan air.....

Sama halnya dengan telor yang busuk,

Kulitnya kelihatan bersih tapi isinya busuk.

انـــمـا الـــــدنـيا كــبـيـت﴿﴾ نـسـجـه من عـنـكبوت

هي الدنيا اقل من القلـيــل ﴿﴾ وعـاشقها اذل من الذلـيـل

تصم بسحرهاقوماوتعمى ﴿﴾ فهم متحيّرون بلا دلـيــل

Dunia bagaikan rumah yang rapuh,

Yang terbuat dari tenunan laba-laba.

Itulah dunia, hanya merupakan bagian terkecil dari yang lain

Orang yang terlena dengan dunia akan akan sangat terhina.

Dengan tipuannya dunia membutakan mata seseorang,

Dan mereka akan mnjadi orang yang bungung tanpaarah tujuan

==================================================================================================

ذَنـُوْت وَقـَدْ حِلـْنـَاكَ كـَالـْبَدْرِ أجـْمـَلاً # فـَضـَلُّ فـُؤَاديْ فِيْ هَوَاك مـُظـَلْ

Saat kau di dekatku dirimu bagaikan bulan purnama bahkan lebih sempurna, Di saat itu hati gundah gulana, pikiran terbang melayang tak tentu arah.

أصَـابَتْ بـِسَـهْمـَيْـهَا جـَوَارِحَـنـَا فـَدَا # رُكـُوْنِيْ بـِهِمـَّةٍ كـَوَقـْعِـيْهـِمَاسَوَى

Tatap matamu bagai busur panah, yang menancap dijantung hatiku,

Maka datanglah padaku dengan niat tulus seperi halnya busur panah tersebut

Jumat, 13 Juli 2012

“Bolehkah menjamak sembahyang karena kemacetan lalu lintas?”

  Bagi penduduk kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota lainnya, tentu mengerti alasan kemacetan sebagai musuh umum. Mereka sepakat bahwa kemacetan dapat menggangu kesehatan lahir dan batin. Apalagi bagi pengguna sepeda motor, udara kotor dan suhu yang semakin panas dapat menyebabkan ganggungan paru-paru dan pernafasan.Hal ini tidak secara otomatis menguntungkan para pengguna mobil, toh mereka juga sama-sama merasakan kejenuhan dan pengorbanan waktu yang luar biasa. Kalau sudah begini, pihak manapun tidak bertanggung jawab atas nasib seseorang yang kehilangan waktu sembahyangnya. Untuk mengelak dari nasib, seseorang yang terpenjara di kemacetan, dituntut mencari jalan lain. Ia dapat meminggirkan kendaraannya di sebuah masjid, gedung, pom bensin atau pasar baik tradisional maupun swalayan. Dengan singgah sebentar, ia dapat menunaikan ibadah sembahyang menurut waktunya, bukan di luar waktu.

Namun, ada satu alternatif lagi. Seseorang boleh menjamak sembahyang tersebut sesuai dengan ketentuan di fikih; Zuhur digabung dengan Asar, dan Magrib dengan Isya. Kalau sebuah pertanyaan diajukan,
“Bolehkah menjamak sembahyang karena kemacetan lalu lintas?”, maka jawabnya, “Boleh. Rasulullah pun dalam keadaan segar-bugar, pernah menjamak sembahyang di Madinah tanpa alasan-alasan berat.”
Hal ini sesuai dengan yang termaktub dalam Bughyatul Mustarsyidin
لنا قول بجواز الجمع في السفر القصير اختاره البندنيجي وظاهرالحديث جوازه ولو في حضر كما في شرح مسلم وحكى الخطابي عن أبي اسحق جوازه في الحضر للحاجة وان لم يكن خوف ولامطر ولامرض وبه قال ابن المنذر.
 “kami mempunyai pendapat yang membolehkan jamak bagi seseorang yang tengah menempuh perjalanan singkat yang telah dipilih oleh Syekh Albandaniji. Sebuah hadis mengungkapkannya dengan jelas, walaupun jamak dilakukan oleh hadirin (bukan musafir) seperti tercantum dalam Syarah Muslim. Dari Abu Ishak, Alkhatthabi menceritakan kebolehan jamak dalam perjalanan singkat karena suatu hajat. Hal ini boleh saja meskipun bukan dalam kondisi terganggunya keamanan, hujan lebat, dan sakit. Ibnul Munzir pun memegang pendapat ini,”
Begitu pula keterangan yang terdapat di dalam Kifayatul Akhyar
قال النووي: القول بجواز الجمع بالمرض ظاهر مختار، فقد ثبت في صحيح مسلم أن النبي صلى الله عليه وسلم {جمع بالمدينة من غير خوف ولا مطر} قال الاسنائي: وما اختاره النووي نص الشافعي في مختصر المزني ويؤيده المعنى أيضاً فإن المرض يجوز الفطر كالسفر فالجمع أولى بل ذهب جماعة من العلماء إلى جواز الجمع في الحضر للحاجة لمن لا يتخذه عادة وبه قال أبو إسحاق المروزي ونقله عن القفال وحكاه الخطابي عن جماعة من أصحاب الحديث واختاره ابن المنذر من أصحابنا وبه قال أشهب من أصحاب مالك، وهو قول ابن سيرين، ويشهد له قول ابن عباس رضي الله عنهما أراد أن لا يحرج أمته حين ذكر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم {جمع با لمدينة بين الظهر والعصر والمغرب والعشاء من غير خوف ولا مطر} فقال سعيد بن جبير: لم يفعل ذلك؟ فقال:لئلا يحرج أمته فلم يعلله بمرض ولا غيره
“Menurut Imam Nawawi, Pendapat yang membolehkan jamak sembahyang bagi orang sakit, sudah terang. Dalam shahih Muslim, Nabi Muhammad SAW menjamak sembahyang di kota Madinah bukan dalam kondisi terganggunya keamanan, hujan lebat, dan sakit. Menurut Imam Asna’i, Pilihan Nawawi didasarkan pendapat Imam Syafi‘i yang tercantum dalam kitab Mukhtasar Imam Muzanni. Pendapat ini diperkuat oleh sebuah perbandingan dimana alasan sakit laiknya perjalanan jauh menjadi alasan sah orang untuk membatalkan puasa. Kalau puasa saja boleh dibatalkan, maka penjamakan sembahyang lebih mendapat izin. Bahkan sekelompok ulama membolehkan jamak bagi hadirin untuk sebuah hajat. Dengan catatan, ini tidak bisa menjadi sebuah kebiasaan. Abu Ishak Almaruzi memegang pendapat ini. Ia mengutipnya dari Syekh Qaffal yang diceritakan oleh Alkhatthabi dari ahli hadis. Ibnul Munzir Syafi‘i dan Syekh Asyhab Maliki menganut pendapat di atas.
Berikut ini pendapat Ibnu Sirin yang diperkuat oleh cerita Ibnu Abbas. Ketika sebuah hadis mengatakan bahwa Rasulullah SAW. menjamak sembahyang zuhur dengan Asar, dan Magrib dengan Isya bukan dalam kondisi terganggunya keamanan maupun hujan lebat, Ibnu Abbas berkomentar bahwa dengan jamak itu, Rasulullah SAW. tidak mau memnyusahkan umatnya. Saat Said bin Jubair bertanya, ‘Mengapa Rasulullah SAW. melakukannya?’ Ibnu Abbas menanggapi, ‘Rasulullah SAW. tidak mau merepotkan umatnya. Karena itu, Beliau melakukannya tanpa sebab sakit atau alasan lain,’” .
ومن الشافعية وغيرهم من ذهب الى جواز الجمع تقديما مطلقا لغير سفر ولا مرض ولا غيرهما من الأعذار. قال النماري رحمه الله إلى أن قال …. يعني أن القائلين بهذا ابن سيرين وربيعة الرأي والقفال الصغير وأشهب من المالكية وابن المنذر والقفال الكبير وأحمد بن حنبل. وعن جماعة جوازه مالم يتخذه عادة وهم غير محصورين, هذا في جمع التقديم واما جمع التأخير فقال به جمع غفير.
“Sebagian ulama mazhab Syafi‘i dan mazhab lain, secara mutlak membolehkan jamak takdim bagi hadirin, tidak sakit, atau alasan lain. Syekh Namari menyebutkan ulama yang sejalan dengan pendapat di atas, antara lain Ibnu Sirin, Rabi‘ah, Qaffal Shagir, Asyhab Maliki, Ibnul Munzir Syafi‘i, Qaffal Kabir, dan Ahmad bin Hanbal. Sementara sejumlah ulama membolehkan jamak dengan catatan tidak untuk kebiasaan. Jumlah mereka ini tidak terhitung. Hukum fikih di atas berlaku untuk jamak takdim. Sedangkan untuk jamak takhir, ulama dengan jumlah besar membolehkannya,”
Disarikan dari hasil Bahtsul Masa’il Musyawarah Kerja Cabang (Mukercab) PCNU Jakarta Selatan pada 7 Februari 2010 (http://nu.or.id/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar