
Pesantren yang pertama beliau singgahi terletak di
desa Babadan, Gurah, Kediri. Kemudian beliau meneruskan pengembaraan ke daerah
Cepoko, 20 km arah selatan Nganjuk, di sini kurang lebih selama 6 Tahun.
Setalah dirasa cukup beliau meneruskan ke Pesantren Trayang, Bangsri,
Kertosono, Nganjuk Jatim, disinilah beliau memperdalam pengkajian ilmu
Al-Quran. Lalu beliau melanjutkan pengembaraan ke Pesantren Sono, sebelah timur
Sidoarjo, sebuah pesantren yang terkenal dengan ilmu Shorof-nya, 7 tahun lamanya
beliau menuntut ilmu di Pesantren ini. Selanjutnya beliau nyantri di Pondok
Pesantren Kedungdoro, Sepanjang, Surabaya. Hingga akhirnya, beliau kemudian
meneruskan pengembaraan ilmu di salah satu pesantren besar di pulau Madura,
asuhan Ulama’ Kharismatik; Syaikhona Kholil Bangkalan. Cukup lama beliau
menuntut ilmu di Madura, sekitar 23 tahun.
Pada usia 40 tahun, KH. Abdul Karim meneruskan
pencarian ilmu di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jatim, yang diasuh oleh
sahabat karibnya semasa di Bangkalan Madura, KH. Hasyim Asy’ari. Hingga pada
akhirnya KH. Hasyim asy’ari menjodohkan KH. Abdul Karim dengan putri Kyai
Sholeh dari Banjarmlati Kediri, pada tahun1328 H/ 1908 M.
KH. Abdul Karim
KH. Abdul Karim
KH. Abdul Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti KH.
Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh. Dua tahun kemudian KH.
Abdul karim bersama istri tercinta hijrah ke tempat baru, di sebuah desa yang
bernama Lirboyo, tahun 1910 M. Disinilah titik awal tumbuhnya Pondok Pesantren
Lirboyo.
Kemudian pada tahun 1913 M, KH. Abdul karim mendirikan
sebuah Masjid di tengah-tengah komplek pondok, sebagai sarana ibadah dan sarana
ta’lim wa taalum bagi santri.
Secara garis besar KH. Abdul karim adalah sosok yang
sederhana dan bersahaja. Beliau gemar melakukan Riyadlah; mengolah jiwa atau
Tirakat, sehingga seakan hari-hari beliau hanya berisi pengajian dan tirakat.
Pada tahun 1950-an, tatkala KH. Abdul Karim menunaikan ibadah haji yang kedua
kalinya -sebelumnya beliau melaksanakan ibadah haji pada tahun 1920-an- kondisi
kesehatan beliau sudah tidak memungkinkan, namun karena keteguhan hati akhirnya
keluarga mengikhlaskan kepergiannya untuk menunaikan ibadah haji, dengan
ditemani sahabat akrabnya KH. Hasyim Asy’ari dan seorang dermawan asal Madiun
H. Khozin.
Sosok KH. Abdul Karim adalah sosok yang sangat
istiqomah dan berdisiplin dalam beribadah, bahkan dalam segala kondisi apapun
dan keadaan bagaimanapun, hal ini terbukti tatkala beliau menderita sakit,
beliau masih saja istiqomah untuk memberikan pengajian dan memimpin sholat
berjamaah, meski harus dipapah oleh para santri. Akhirnya, pada tahun 1954,
tepatnya hari senin tanggal 21 Ramadhan 1374 H, KH. Abdul Karim berpulang
kerahmatullah, beliau dimakamkan di belakang masjid Lirboyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar